Senin, 27 April 2015

Pandangan Mahayana Tentang Buddha Sakyamuni


BUDDHA SAKYAMUNI

Pada zaman Samyaksambuddha Dipankara ada seorang Bramana muda yang memiliki bakat dan pandai dalam Veda dan maju dalam pengetahuan serta memiliki tingkat spiritual yang tinggi. Brahmana tersebut benama Megha, setelah bertemu dengan Dewi Sumitta (Bimba Devi) Brahmana Megha  bertemu dengan Samyaksambuddha Dipankara yang kemudian diramalkan akan menjadi Samyaksambuddha dengan nama Gautama atau yang dikenal dengan nama Buddha Sakyamuni. 

Setelah mengalami kelahiran berulang-ulang (+ 500 kali kelahiran) menjadi Bodhisatva beliau lahir menjadi Pangeran Sidharta di Kerajaan Kapilavastu yang dipimpin oleh Raja Sudhodana dan Ratu Mahamaya. Pangeran Sidharta tumbuh sebagai anak yang baik, cerdas dan tangkas dalam berbagai keterampilan. Pada usia 16 tahun Pangeran Sidharta menikah dengan Dewi Yasodara dan memiliki seorang anak bernama Rahula. Perlu diketahui bahwa Dewi Yasodara adalah kelahiran kembali Dewi Sumitta yang bertemu Brahamana Megha pada masa Buddha Dipankara, selama menjadi Bodhisatva pendaping Buddha Sakyamuni adalah Dewi Sumitta. 

Pada usia 29 tahun Pangeran Sidharta melihat empat peristiwa yaitu orang tua, orang sakit, orang mati dan petapa suci. setelah melihat peristiwa ini Pangeran Sidharta meninggalkan istana dan menjadi petapa untuk mencari obat atau cara agar manusia terbebas dari usia tua, penyakit dan kematian. Petapa Sidharta kemudia belajar dengan para petapa senior dan tidak puas dengan ajaran yang diterimanya. Kemudian Petapa Gautama memutuskan untuk mencari cara sendiri untuk mencapai tujuannya dengan cara menyiksa diri selama enam tahun. setelah melaksanakan petapaan keras selama enam tahun petapa Gautama tidak berhasil mencapai apa yang menjadi tujuannya. setelah merenung maka Petapa Gautama merenungi bahwa untuk mencapai tujuaannya maka tidak boleh terlalu menyiksa diri dan memanjakan diri yaitu dengan hidup seimbang tetap makan dan selalu mengendalikan panca indera. Setelah melaksanakan latihan ini selama 49 hari Petapa Gautama mencapai penerangan sempurna atau Nirvana. 

Setelah mencapai penerangan sempurna Sang Buddha mengajarkan ajarannya atau yang disebut dengan Dharma selama 45 tahun beliua meninggal pada usia 80 tahun. Setelah Sang Buddha Parinibbana (wafat) para pengikutnya kemudian ingin selalu melihat Beliau agar senantiasa mengingat ajaran yang Beliau sampaikan. Kemudia umat Buddha membuat patung Buddha sebagai simbol atau objek dalam melaksanakan meditasi. Dalam perkembangannya pembuatan patung Buddha dipengaruhi oleh budaya dah kebiasaan masarakat yang ingin membuat patung Buddha, sebagai contoh misalnya patung Buddha dari Thailand dibuat ramping dan memiliki mahkota, lain dengan dari Cina yang buat agak gemuk. 

Pada aliran Mahayana patung Buddha Gautama (Sakyamuni) selalu didampingi oleh dua arahat yaitu Arahat Anandan dan Arahat Maha Kasyapa, sedangkan pada aliran Hinayana (Theravada) Buddha Gautama didampinggi oleh Arahat Sariputra dan Arahat Maudgalyayana. Perbedaan ini merupakan bukti bahwa terdapat berbedaan kesepakatan dalam menentukan pendaping Buddha Gautama pada Altar Vihara masing-masing aliran. 

Buddha Gautama memiliki banyak panggilan atau gelar antara lain Gautama, Sakyamuni, Tathagata, Bhagava, Arahat Samyaksambuddha, Satva Deva Manussanam, Buddho dan masih banyak yang lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar